Dr H M Sholihin Fanani SAg MPSDM, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur saat Memberikan Kajian Tantangan Dakwah Era VUCA dan Post-Trust di PCM Wiyung (Ali/PWMU.CO)
Dr H M Sholihin Fanani SAg MPSDM, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur saat Memberikan Kajian Tantangan Dakwah Era VUCA dan Post-Trust di PCM Wiyung (Ali/PWMU.CO)

sdmlimas.sch.id – Kajian Ahad Pagi Pimpinan Cabang Muhammadiyah Wiyung Kota Surabaya dilaksanakan di Masjid At-Taqwa SD Muhammadiyah 15 Surabaya (SDM Limas) bersama Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Dr H M. Sholihin Fanani SAg MPSDM, pada Ahad (2/1/2025).

Dalam sambutan pembukaan, Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Wiyung, Suri Marzuki SE, mengajak seluruh jamaah untuk aktif mengikuti pengajian Ahad Pagi setiap bulan. Ia menekankan pentingnya menambah ilmu, memperkuat ideologi dalam organisasi Muhammadiyah, serta mengapresiasi kader PCM Wiyung Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang telah mengikuti Taruna Melati (TM) 1 di Pacet pada 27-28 Januari 2025. Selain itu, ia juga meminta doa dan dukungan untuk rencana peluncuran Pondok Pesantren KH Mas Mansyur.

Kajian Ahad Pagi bulan Februari ini dilanjutkan dengan pemaparan dari Dr H M Sholihin Fanani, yang akrab disapa Abah Kaji Shol. Ia membuka kajian dengan menyapa peserta dan mengatur posisi duduk agar jamaah putri lebih nyaman. Dalam ceramahnya, ia menyoroti tantangan dakwah Muhammadiyah di era VUCA dan Post-Trust.

Era VUCA merujuk pada kondisi dunia yang penuh dengan gejolak, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas, di mana perubahan terjadi secara cepat dan sulit diprediksi. Era ini menghadirkan berbagai tantangan, seperti perubahan besar yang sulit diprediksi, kerumitan akibat berbagai faktor yang saling berkaitan, serta ketidakjelasan informasi yang membuat masyarakat semakin bingung.

Selain itu, era media baru juga membawa perubahan dalam aspek spiritual dan moral. Aktivitas keagamaan dan relasi sosial kini mengalami transformasi drastis melalui internet. Dakwah digital menghadapi tantangan baik dari sisi eksternal, yakni masyarakat yang belum siap menerima dakwah secara digital, maupun dari sisi internal, seperti konsistensi, kreativitas, dan kemampuan menyampaikan dakwah di dunia digital.

Dalam menghadapi tantangan dakwah, Muhammadiyah harus mampu menyaring informasi yang tidak terverifikasi, menghadapi polarisasi masyarakat, serta mengantisipasi dampak negatif media sosial. Selain itu, munculnya era Post-Trust semakin memperburuk keadaan, di mana keyakinan personal lebih dominan dibanding fakta yang sesungguhnya. Era ini menyebabkan maraknya hoaks yang dianggap benar karena masifnya pemberitaan. Akibatnya, masyarakat menjadi lebih emosional, sulit membedakan fakta dan opini, serta semakin kehilangan rasa percaya terhadap informasi yang benar.

Abah Kaji Shol mengingatkan bahwa Muhammadiyah didirikan dengan tujuan untuk memerangi kebodohan, kemiskinan, serta memurnikan ajaran Islam. Organisasi ini memiliki kekuatan pada prinsip keagamaannya, militansi penggeraknya, sistem organisasinya, serta kiprah dakwah dan amal usaha yang telah tersebar luas. Nilai-nilai dasar Muhammadiyah mencakup kolektivitas, humanitas, spiritualitas, moralitas, dan profesionalitas. Oleh karena itu, dalam ber-Muhammadiyah, seseorang harus berislam secara kaffah, berorganisasi dengan amanah, berdakwah secara istiqamah, berjuang dengan sabar, dan berkorban dengan ikhlas.

Tantangan dakwah saat ini semakin besar dengan munculnya berbagai organisasi yang meniru gaya dakwah Muhammadiyah tanpa menggunakan nama Muhammadiyah, serta informasi yang tidak terverifikasi yang dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat. Selain itu, dinamika berpikir kritis masyarakat serta tuntutan perubahan yang semakin tinggi menjadi tantangan tersendiri.

Secara internal, Muhammadiyah juga menghadapi berbagai permasalahan, seperti rendahnya komitmen dan militansi warga, kurangnya dorongan untuk kaderisasi, serta minimnya jiwa pengorbanan dalam membesarkan organisasi. Banyak warga Muhammadiyah yang enggan menyebut dirinya sebagai bagian dari Muhammadiyah, bahkan ketika menjadi pejabat di instansi pemerintah. Kaum muda Muhammadiyah juga cenderung lebih memilih organisasi lain, sementara banyak tokoh Muhammadiyah yang tidak mendorong putra-putrinya untuk aktif dalam organisasi ini.

Selain tantangan internal, Muhammadiyah juga menghadapi tantangan eksternal berupa liberalisasi kekuasaan, ekonomi, politik, informasi, serta sekularisasi pemikiran dan keagamaan.

Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan inovasi dalam dakwah, pemanfaatan media sosial, kemampuan membaca perubahan, kerja sama antar lembaga dakwah, serta kreativitas dalam menyampaikan dakwah.

Di akhir kajian, Abah Kaji Shol menyampaikan permohonan maaf dan berharap apa yang telah disampaikan dapat bermanfaat bagi semua jamaah. “Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dan semakin kuat dalam berjuang di jalan dakwah,” tutupnya sambil tersenyum berpamitan. (*)

Penulis Ali Shodiqin Editor Wildan Nanda Rahmatullah

pwmu.co

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here